Baik
dan buruk? Apakah itu hanya konstruksi
buatan manusia untuk menilai sifat & tindakan dalam bersikap? Terus Tuhan
itu apa? Apa itu juga konstruksi imajinasi umat manusia supaya mereka ada
tempat berlindung dari hiruk pikuknya dunia? Apa kalian para manusia menyembah
Tuhan karena adanya janji surga untuk yang baik dan neraka untuk yang buruk?
Menurut
legenda Adam dan Hawa, mereka sebenarnya adalah manusia penghuni surga yang di
turunkan ke bumi karena tidak mematuhi larangan Tuhan dengan memakan buah
terlarang. Lalu dampaknya, kita umat manusia musti tinggal di dunia yang penuh
kebohongan ini. Apa rangkaian kejadian itu merupakan hal yang tidak di sengaja?
Atau memang sudah tergores dalam naskah cerita yang di tulis Tuhan?
Bila
manusia itu tidak bisa luput dari dosa dan kesalahan, maka Tuhan menciptakan
maaf dan taubat. Tuhan maha baik ya? Tapi ketika Tuhan mengirimkan nyawa ke
dunia ini, mengapa nasibnya berbeda-beda? Katanya Tuhan juga maha adil?
Kenapa
aku menulis tulisan ini? apa karena Tuhan yang menggerakkan tanganku? Atau
malah iblis yg menggerakkannya? Tapi, Tuhan maha pengatur segalanya kan? Bila
yang menggendalikan tanganku itu iblis, berarti Tuhan jugalah yang
mengendalikan tanganku lewat perantara iblis tersebut. Ternyata jadi Tuhan itu
susah ya? Semuanya bermuara padaNya.
Bila
aku terlahir dan hidup di jalan yang jahat, apa aku tidak akan masuk surga?
Tuhan yang membuatku, menciptakan hatiku, Ia juga yang memberiku cobaan dan
menempaku. Bilamana aku berujung menjadi jahat, dan Tuhan mematikanku dalam
kondisi terburuk, apa itu artinya Tuhan menginginkanku tinggal di neraka?
Katanya Tuhan maha baik?
Tuhan,
apa yang sebenarnya kamu rencanakan padaku dan dunia ini? Sesungguhnya Engkau
juga jauh lebih mengetahui dari apa yang sudah diketahui manusia kan? Tuhan
maha segalanya... Maka dari itu aku juga yakin Tuhan tidak gaptek.
Cinta berawal dari rasa
keingintahuan yang tinggi.
Selalu berhasil membuatku
berhipotesis dan berimajinasi.
Membawaku dalam pertikaian
otak yang tidak serasi.
Dan berujung pada realita yang
entah layak atau tidak untuk diyakini.
Wahai pemilik mentari,
Teteskan cahya ketika indra
tak mampu maknai.
Karena aku takut bila nurani
mengkhianati.
Teruntuk Kau yang berada di
langit,
Lukiskan
saja takdirku dengan abstrak.
Biarkan aku menikmati sentimen
dan rasa akan estetika didalamnya.
Satria,
pemuda yang sedang berfikir dan menunggu jawaban atas jutaan pertanyaan yang
memenuhi otak. Hanya 1 hal yang bisa dia lakukan dengan lantang sekarang.
Bersyukur. (Satria Dwinanda, 2015)